Pages

Sunday, September 22, 2013

Kisi kisi HTUBN

KISI-KISI SOAL UTS HTUBN
21 September 2013 at 10:31
SOAL :
1. Apa yang dimaksud dengan Hkm Tata Usaha Negara..?? dan apa hubungannya dengan Birokrasi Negara...?? (dari Kuliah & presentasi kelompok).
2. Apa arti kata Birokrasi...?? Mengapa ada Birokrasi...?? (dari Kuliah dan dari makalah terdahulu). (dari Kuliah).
3. Apa yang dimaksud dengan Trilogi Pembangunan...?? Apa saja isinya...?? Apa yang dimaksud dgn "Trickle Down Effect"...?? Jelaskan...!! (dari Kuliah).
4. Dimana posisi HTUBN dalam struktur (hierarkhi) Ilmu Hukum...?? Lebih luas HTUBN atau HAN...?? Jelaskan...!! (dari Kuliah & presentasi kelompok).
5. Bagaimana hubungan Tupoksi, dan Job Description, serta Division of Work...?? Jelaskan...!! (dari Kuliah)
6. Bagaimana cara yang tepat untuk membangkitkan Profesionalisme...?? Apa yang dimaksud S.O.P...?? Apa fungsinya...?? Jelaskan...!! (Baca makalah yang berjudul: Aparatur Pemerintahan yang Profesional: Dapatkah Diciptakan?.")
7. Bagaimana hubungan antara Hkm Pidana dgn Hkm Tata Usaha Negara yang ada sekarang ini di Indonesia...?? Jelaskan...!!
8. Apa yang janggal dalam pelaksanaan hukuman di Indonesia..?? Mengapa Pasca Ajudikasi dilaksanakan oleh HTUBN...?? Jelaskan...!!
9. Mengapa Birokrasi disebut sebagai ciri/pertanda Masyarakat Modern...?? Jelaskan...!! (Baca Buku: "Hukum Tata Usaha & Birokrasi Negara", pada halaman 19 s/d 23).
10. Apakah dari dulu sdh ada Birokrasi...?? Jelaskanlah tentang Sejarah Birokrasi...?? (dari Kuliah)
11. Apa itu Polizei Staat...?? Apa itu Rechtstaat...?? Apa Wahlfaar Staat...?? (dari Kuliah)
12. Apa perbedaan Negara Hukum Formil dengan Negara Hukum Materiil...?? Jelaskan...!! (dari Kuliah)
13. Apa itu Freis Ermessen...?? Apa fungsinya...?? Apa itu Discretionary Power...?? Apa itu Droit Function...?? (dari Kuliah).
14. Pemberdayaan sistem administrasi negara meliputi 3 elemen yang saling terkait yaitu Kelembagaan, Ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia. Jelaskan! (Cari jawabannya pada makalah yang berjudul : "Aparatur Pemerintahan yang Profesional: Dapatkah Diciptakan?", pada halaman 11).
15. Mengapa lahir Negara Kesejahteraan (Wahlfaar Staat)? Apa definisi dari Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan? Jelaskan ! (dari Kuliah)
16. Apa yang dimaksud dengan Birokrasi? Mengapa ada Birokrasi? Apa itu Tupoksi? Apakah Birokrasi dianggap sebagai ciri dari Masyarakat Modern? Jelaskan ! (Baca "Konsep Birokrasi Masyarakat Modern", dan "Birokrasi dalam Proses Modernisasi", pada fotocopy-an buku: "HTU & BN", lihat Daftar Isi).
17. Apa itu Freis Ermessen, Discretionary Power, dan Droit Function ? Mengapa ada hal itu? Jelaskan ! (dari Kuliah)
18. Jika pada Pra Ajudikasi, dan Ajudikasi termasuk dalam wilayah Hukum Pidana, pada Post (Pasca) Ajudikasi masuk ke dalam wilayah HTUN. Mengapa demikian? Jelaskan jawabanmu ! Apakah kalian setuju dengan hal itu? Jelaskan ! (Lihat catatan Kuliah).
19. Aparatur (Birokrat) itu harus Profesional yang selalu berkaitan dengan efisiensi dan efektifitas. Apakah benar pernyataan itu? Jelaskan ! (Baca makalah "Aparatur Pemerintahan yang Profesional: Dapatkah Diciptakan?", pada halaman 8, dst).
20. Apa itu S.O.P. (Standard Operation Procedure)? Apa itu Job Description, dan/atau Division of Work ? Mengapa harus ada hal itu? Jelaskan !
21. Dimana posisi Hukum Tata Usaha & Birokrasi Negara dalam struktur (hierarkhi) ilmu hukum? Jelaskan ! (dari Kuliah)
22. Apa itu Hukum Tata Usaha Negara? Apa fungsinya (bidang garapannya)? Bagaimana jika Pejabat TUN melanggar aturan Hukum TUN? Jelaskan ! (Baca makalah yang berjudul: "Hubungan Antara Hukum Tata Usaha Negara dengan Perwujudan Tujuan Negara", pada halaman 3 dan halaman 9).
23. Apakah Birokrat sama dengan Aparatur Pemerintah dan juga sama dengan Pejabat TUN? Apa yang dimaksud good public governance ? Jelaskan !
24. Birokrasi pemerintahan atau sistem administrasi negara bukanlah closed system, tetapi merupakan opened system. Apa maksudnya? Jelaskan ! (Baca makalah: "Aparatur Pemerintahan yang Profesional: Dapatkah Diciptakan?", pada halaman 10).
25. Birokrasi telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan Nusantara tempo dulu. Jelaskan tentang Sejarah Birokrasi itu ! (Searching dgn Googling di Internet).
26. Lebih Luas mana Ruang Lingkup Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) atau Hukum Administrasi Negara (HAN) ? Samakah HTUN dgn HAN? Jelaskan !
27. Apa yang dimaksud dengan sistem, mekanisme, dan struktur organisasi kepegawaian negara ! Jelaskan !. (dari presentasi kelompok).
28. Apa yang dimaksud opened system kepegawaian negara? Jelaskan !. (dari presentasi).
29. Apa beda Pejabat Negara & Pegawai Negeri? Apakah sama Birokrat dengat Aparat Negara? Jelaskan !.
30. Pada dasarnya, aktifitas negara itu menyelenggarakan sebaik-baiknya pelayanan kepada warga negaranya (public service, public servant, atau civil service). Apa maksudnya? Jelaskan !

Jakart, 21 September 2013 M.
Muhammad Abudan.
LikeCommentShare

Keyword bahan kuliah HTUBN

BAHAN KULIAH H.T.U.B.N.
21 September 2013 at 11:44
Kata Kunci (Keyword) pada Tata Usaha & Birokrasi Negara ialah Pelayanan Publik (Public Service)

Dasar Hukum Pelayanan Publik :
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851)
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3175)
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3866)
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor per/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Seharusnya setiap kelompok mempunyai semua peraturan tersebut di atas.

Tolong disampaikan ke teman2mu sekelas...!!! Terimakasih.

Jakarta, 21 September 2013 M.
Muhammad Abudan.

Bahan kuliah hukum administrasi kota dan desa

BAHAN KULIAH HKM. ADM. KOTA & DESA
21 September 2013 at 12:10
DESAIN BESAR PENATAAN DAERAH 2010-2025 :
INDONESIA JADI 44 PROVINSI

JAKARTA- SUARA PEMBARUAN.

Kendati berulang kali menyatakan moratorium pemekaran daerah, diam-diam pemerintah telah memproyeksikan penambahan 11 provinsi dan 54 kabupaten/kota baru dalam rentang waktu 15 tahun ke depan. Dengan penambahan tersebut, Indonesia akan memiliki 44 provinsi dan 545 kabupaten/kota pada tahun 2025 nanti. Demikian yang tertuang dalam dokumen Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) berjudul “Desain Besar Penataan Daerah 2010-2025” yang diterima SP di Jakarta, akhir pekan lalu. Desain itu akan dibahas bersama DPR setelah lebaran untuk disetujui atau diperbarui.
Dokumen setebal 70 halaman dan ditandatangani Mendagri Gamawan Fauzi pada 21 Juni 2010 itu menyebutkan, sejak diberlakukannya UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, yang kemudian diganti dengan UU 32/2004, aspirasi pemekaran daerah sedemikian deras mengalir dan sulit dibendung. Merespon hal itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di depan Sidang Paripurna DPR pada 3 Agustus 2009, menyatakan untuk memberlakukan kebijakan moratorium pemekaran, sebagai bagian dari evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Alasannya, untuk mencegah pemborosan dan penghamburan sumber dana negara secara tidak tepat.
Sejak keran pemekaran daerah dibuka, sebanyak 205 daerah otonom baru (DOB) terbentuk hanya dalam waktu 10 tahun (1999-2009). Daerah itu meliputi 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Dengan demikian, total jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 524 daerah otonom, yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota, tidak termasuk 6 daerah administratif –maksudnya Administrasi, Penyadur—(5 Kota Administrasi dan 1 Kabupaten Administrasi, Penyadur) di DKI Jakarta.
Jumlah tersebut akan terus bertambah, karena usulan yang masuk melalui pintu kemdagri dan DPR terus mengalir.
Motivasi pembentukan daerah otonom baru adalah untuk pemerataan pembangunan, setidaknya, akan ada aliran Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), membuka peluang kerja sebagai PNS, memunculkan elite-elite baru yang akan duduk di DPR, serta meningkatkan eksistensi identitas lokal. Pada titik inilah, dalam banyak kasus, upaya pemekaran daerah menjadi arena bagi para pemburu rente (rent-seeker), maupun para petualangan politik yang mengejar kepentingan sendiri dan kepentingan jangka pendek.

Beban APBN
Ledakan pemekaran selama 1999-2010 menyebabkan lonjakan beban APBN yang luar biasa. Disebutkan, pada 2003, pemerintah pusat harus menyediakan DAU Rp 1,33 triliun bagi 22 DOB hasil pemekaran sepanjang tahun 2002. Jumlah tersebut melonjak dua kali lipat pada tahun 2004, di mana pemerintah harus mentransfer Rp 2,6 triliun alokasi DAU bagi 40 DOB. Sementara pada tahun 2010, pemerintah terpaksa mengucurkan Rp 47,9 triliun sebagai DAU untuk daerah pemekaran. Beban terhadap APBN makin bertambah, akibat lemahnya daya dukung keuangan sebagian besar DOB (Daerah Otonom Baru, Penyadur).
Di beberapa daerah pemekaran, pemerintah pusat harus mengalokasikan DAK untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Karena itu, pemerintah membatasi ambisi pemekaran dengan hanya ada 8 daerah (maksudnya Provinsi, Penyadur) yang dimekarkan hingga 2025. Daerah tersebut adalah Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat. “Untuk setiap daerah tersebut hanya diperboleh satu provinsi baru. Kecuali untuk Papua, diperbolehkan mendapatkan empat provinsi baru. (7 provinsi masing-masing lahir 1 provinsi baru, dan dari Papua lahir 4 provinsi baru, total 11 provinsi baru yang akan lahir, Penyadur).
Untuk pemekaran kabupaten/kota yang baru itu, juga hanya bisa dilakukan di tujuh daerah saja. Untuk daerah Sumatera hanya akan ada 10 kabupaten/kota baru yang bisa mekar. Lalu untuk Jawa, hanya diperbolehkan tujuh. Kemudian Kalimantan hanya ada 10 kabupaten/kota baru yang terbentuk. Sulawesi hanya ada 11 kabupaten/kota. Di Bali dan Nusa Tenggara hanya ada tiga kabupaten/kota yang terbentuk. Maluku ada empat kabupaten/kota yang mekar dari daerahnya induknya. Dan di daerah Papua, diperbolehkan sembilan kabupaten/kota. (Total, 54 kabupaten/kota baru yang akan lahir, Penyadur).
Pemerintah menyusun desain besar (Grand Design, Penyadur) ini guna menjawab banyaknya daerah yang minta pemekaran. Saat ini di DPR terdapat 33 usulan calon daerah baru yang tengah diproses. Usulan tersebut, terbagi atas 10 provinsi, 21 kabupaten dan 2 kota. Mendagri Gamawan Fauzi belum mau bicara banyak soal desain besar tersebut. “Saya belum bisa berkomentar karena belum ada pembahasan dengan DPR. Jika sudah mulai pembahasan, maka saya siap membuka ke publik,” katanya kepada SP di Jakarta, akhir pecan lalu. Menurutnya pembahasan bersama DPR baru akan dimulai 16 September mendatang. Karena itu, pihaknya baru akan bicara kepada publik terkait desain pemekaran pada saat tersebut.
Menanggapi desain tersebut, anggota komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Ganjar Pranowo belum mau berkomentar soal kuantitas wilayah yang akan dimekarkan. Baginya yang terpenting adalah apakah memang perlu pemekaran atau cukup digabung saja, ataukah harus ada wilayah yang harus dilikuidasi. ”Pemerintah tentu punya kajian dan alasan bahwa sampai 2025 nanti hanya ada 11 provinsi dan 54 kabupaten/kota yang dimekarkan (maksudnya hasil pemekaran, Penyadur). Tetapi saya memilih agar tiga hal ini harus disepakati dulu. Jangan-jangan setelah dipetakan tidak sampai angka itu atau sebaliknya malah lebih,” kata Ganjar.
Ia menambahkan, penetapan wilayah pemekaran harus berdasarkan kriteria dan penilaian yang objektif serta rasional. Selain itu status atas satu wilayah baru tidak bisa disamakan dengan di wilayah lain. Pemekaran wilayah harus mengedepankan pertimbangan karakteristik daerah.

Dikaji
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menambahkan, Komisi II DPR harus melakukan kajian mendalam terhadap desain besar penataan daerah otonomi baru yang telah diserahkan pemerintah itu. “Harus ada pertimbangan menyeluruh dilihat dari berbagai persoalan dan dampak sosial-ekonomi, budaya, keamanan, serta kemampuan daerah terutama dari kemandirian anggaran,” ujar Taufik.Menurutnya, semangat untuk memkarkan daerah otonomi baru, jangan hanya disadarkan pada keinginan atau hanya usulan sejumlah pihak, tetapi harus dilakukan survei untuk mengukur respons masyarakat. “Jadi pemerintah pusat pun, tidak serta-merta menerima usulan pemekaran dan memprosesnya, tetapi harus melakukan survei dan kajian mendalam kepada masyarakat setempat dan mengukur potensi daerah,” katanya.
Hal itu, lanjut Taufik, didasari pada kenyataan bahwa sebagian besar daerah yang dimekarkan sejak 1999, ternyata menimbulkan berbagai persoalan sosial-politik dan juga ketergantungan pada anggaran dari pemerintah pusat. “Banyak pemilihan kepala daerah yang bermasalah, banyak bupati yang terjerat kasus korupsi dan banyak daerah yang masih bergantung pada APBN karena pendapatan asli daerah (PAD)nya tidak mencukupi. Ini harus betul-betul diperhatikan komisi II,” kata Taufik. Ketika ditanya mengenai rencana pemerintah untuk memekarkan sekitar 11 provinsi baru dan 54 kabupaten/kota selama periode 2010-2025, Taufik menilai dari angka sudah cukup memadai.
Angoota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) I Wayan Sudirta menilai desain besar yang dibuat pemerintah merupakan sesuatu yang positif. Dengan penetapan bahwa 2025, hanya ada 11 provinsi dan 54 kabupaten/kota yang dimekarkan (maksudnya hasil pemekaran, Penyadur) akan memberi kepastian hukum, anggaran, dan perencanaan. “Namun, penetapan harus benar-benar memperhatikan kesejahteraan rakyat,” ujarnya. Anggota DPD dari provinsi Bali ini menegaskan pemekaran juga harus diikuti dengan pelimpahan status otonomi yang seluas-luasnya. Namun bukan berarti otonomi dalam bentuk negara federal. [R-14/L-8/J-11/J-9]

Rencana Daerah Otonom Baru 2010-2025 :
1. Pulau Sumatera : Sekarang 151 Kab./Kota, 2010-2015 tambah 5, 2016-2020 tambah 3, 2021-2025 tambah 2, jumlah penambahan dlm 15 thn: 10 Kab./Kota, menjadi (total) 161 Kab./Kota.
2. Pulau Jawa : Sekarang 112 Kab./Kota, 2010-2015 tambah 4, 2016-2020 tambah 2, 2021-2025 tambah 1, jumlah penambahan dlm 15 thn: 7 Kab./Kota, menjadi (total) 119 Kab./Kota.
3. Pulau Kalimantan : Sekarang 55 Kab./Kota, 2010-2015 tambah 3, 2016-2020 tambah 4, 2021-2025 tambah 3, jumlah penambahan dlm 15 thn: 10 Kab./Kota, menjadi (total) 65 Kab./Kota.
4. Pulau Bali & Nusa Tenggara : Sekarang 40 Kab./Kota, 2010-2015 tambah 1, 2016-2020 tambah 1, 2021-2025 tambah 1, jumlah penambahan dlm 15 thn: 3 Kab./Kota, menjadi (total) 43 Kab./Kota.
5. Pulau Sulawesi : Sekarang 73 Kab./Kota, 2010-2025 tambah 7, 2016-2020 tambah 3, 2021-2025 tambah 1, jumlah penambahan dlm 15 thn: 11 Kab./Kota, menjadi (total) 84 Kab./Kota.
6. Pulau Maluku : Sekarang 20 Kab./Kota, 2010-2015 tambah 2, 2016-2020 tambah 1, 2021-2025 tambah 1, jumlah penambahan dlm 15 thn: 4 Kab./Kota, menjadi (total) 24 Kab./Kota.
7. Pulau Papua : Sekarang 40 Kab./Kota, 2010-2015 tambah 3, 2016-2020 tambah 3, 2021-2025 tambah 3, jumlah penambahan dlm 15 thn: 9 Kab./Kota, menjadi (total) 49 Kab./Kota.

Inilah GRAND DESIGN (DESAIN BESAR) PEMEKARAN WILAYAH (PENATAAN DAERAH) INDONESIA :
Provinsi Indonesia sekarang sudah 34, (nanti) ditambah 10, jadi 44 provinsi. Kabupaten/Kota dari 506, (nanti) ditambah 39, jadi 545 Kab./Kota. Sekarang, jumlah Daerah Otonom (D.O.) di Indonesia= 506 Kab./Kota + 34 Provinsi = 540 D.O. Nanti, jumlah D.O. di Indonesia = 44 Provinsi + 545 Kab./Kota = 589 D.O. Yang akan dibentuk 589 D.O. - 540 D.O. = 49 D.O. lagi.


Tolong sampaikan ke teman2mu yang lain...!!! Terimakasih.

Disadur & diedit oleh : Muhammad Abudan (21/9-2013), dari:
Harian Suara Pembaruan, Selasa, 7 September 2010, Halaman 1 & 7.

Bahan HTUBN

BAHAN H.T.U.B.N.
21 September 2013 at 17:21
Menunggu Percepatan Pengesahan RUU Administrasi Pemerintahan
Oleh: Enrico Simanjuntak *)

Di antara semua produk hukum yang paling dibutuhkan saat ini, UU Administrasi Pemerintahan (AP) merupakan instrumen paling strategis dan signifikan untuk menjawab kebutuhan pembaharuan masyarakat dan birokrasi.

…”there are more corruption cases than penal law court decisions on corruption;
the administrative law approach in corruption policy was underestimated for a long time”.
(G.H. Addink & J.B.J.M. ten Berge, 2007).

Setelah hampir 66 tahun merdeka, Indonesia belum memiliki perangkat hukum khusus untuk mengatur proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang dijalankan melalui mekanisme aktivitas birokrasi yang secara substansial sering diformulasikan dalam Undang-Undang (UU) Prosedur Administrasi. Spanyol merupakan negara pertama di dunia yang membentuk UU semacam ini yakni dengan disahkannya Azcárate Law pada tanggal 19 Oktober 1889, selanjutnya disusul oleh sejumlah negara lain seperti Austria (1925), Amerika Serikat (1948), Hungaria (1957), Polandia (1960), Jerman (1976) dsb.

Legalisasi prosedur administrasi bukanlah sebagai pengekangan terhadap sikap tindak administrasi negara melainkan sebagai panduan bertindak dalam menjalankan tugas dan fungsi yang diamanatkan kepadanya. Di situlah esensi asas legalitas sebagai ciri ketiga negara hukum modern yakni bahwa keabsahan dan kemanfaatan setiap keputusan pemerintah dapat dilihat dari cara terjadinya, dan dari proses penyusunannya. Merespon kekosongan aturan hukum tersebut, atas prakarsa dan terobosan MENPAN Kabinet Indonesia Bersatu I, Taufiq Effendi, pada 2004 mulai disusun sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur dan memuat prosedur umum dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, khususnya dalam pembuatan keputusan pemerintahan.

Proses panjang dan berliku

Hampir sewindu sudah proses perjalanan penyusunan RUU-AP. Pembahasannya masih terus berlanjut, terakhir sedang ditelaah oleh para Kepala Daerah dalam Asosiasi Gubernur se-Indonesia, selanjutnya akan diteruskan kepada para Bupati/Walikota(Forum Keadilan Edisi 3 April 2011). Guna menampung masukan dari berbagai kalangan, perubahan draf materi RUU-AP telah terjadi belasan kali, dan antara tahun 2007 dan 2011, sudah dua kali dibahas dalam rapat kabinet terbatas di Istana Negara, termasuk dua kali dinominasikan masuk daftar prolegnas di Senayan, tahun ini berada pada urutan ke-62 dari 71 RUU yang ditargetkan untuk disahkan.

Sehubungan dengan rencana kerja pemerintah selama tahun berjalan ini, dimana agenda Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola ditempatkan sebagai prioritas pertama perhatian pemerintah, maka sebenarnya pengesahan RUU-AP menjadi sangat relevan dan dibutuhkan guna menunjang terwujudnya rencana kerja pemerintah tersebut. Apakah penyebab lambannya RUU ini disahkan?

Dari segi muatannya, konstruksi RUU AP tidaklah diarahkan untuk sampai mengatur hal-hal yang bersifat teknis-operasional, melainkan difokuskan ke sejumlah point pokok atau ketentuan umum (algemene norm), yang bersifat mendasar dan mendesak. Antara lain seperti isu bagaimana kebebasan bertindak aparatur pemerintah (diskresi), soal larangan konflik kepentingan (conflict of interest), penyalahgunaan wewenang (abuse of power), syarat pembuatan keputusan, penegasan sumber kewenangan dll. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa materi yang telah digarap selama ini, telah menyediakan fondasi menuju transformasi tata kepemerintahan. Apabila materi yang ada sekarang setelah disahkan dinilai masih belum optimal tentu kemudian dapat dilakukan maksimalisasi melalui penyesuaian lebih lanjut baik melalui perubahan maupun pengaturan lebih lanjut dalam aturan-aturan yang bersifat sektoral, sebagaimana dipraktekan sejumlah negara yang sudah lebih dulu mengenal legislasi semacam ini.

Ambil contoh Belanda, untuk memperbaharui Wet AROB menjadi AWB (Algemene wet bestuursrecht/General Administrative Law Act), dilakukan secara bertahap: antara tahun 1994, 1998 dan 1999 dst. Sehingga point utamanya di sini adalah bagaimana menjawab kekosongan UU AP dulu. Dikuatirkan apabila semakin lama ditunda, seiring bergulirnya waktu, maka konsep yang sudah disusun akan terancam maju-mundur, tak pelak risikonya adalah kondisi yang hendak diperbaiki justru akan lebih sulit untuk ditangani. Nasib RUU KUHP yang terkatung-katung sejak dua dasawarsa silam setidaknya mencontohkan kasus tersebut. Memang, sejumlah kebijakan perundang-undangan lain maupun berbagai produk hukum yang terkait di bidang penataan birokrasi juga, tidaklah sedikit jumlahnya yang telah diupayakan terutama oleh Pemerintah. Terlebih lagi bila dihubungkan dengan kehadiran UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Pelayanan Publik, UU Ombudsman RI maupun kebijakan lainnya, namun kendati begitu bukanlah berarti pengesahan RUU-AP telah kehilangan urgensinya. Di antara semua produk hukum yang paling dibutuhkan saat ini, UU AP merupakan instrumen paling strategis dan signifikan untuk menjawab kebutuhan pembaharuan masyarakat dan birokrasi (law as a tool of social and bureucratic engineering).

Bukanlah sesuatu yang berlebihan jika dikatakan materi RUU-AP pada dasarnya merupakan perwujudan inti dari hakikat hukum administrasi negara yaitu untuk memungkinkan aparatur pemerintah menjalankan fungsinya serta melindungi warga dari sikap tindak aparatur tersebut dan sekaligus untuk melindungi aparatur pemerintah itu sendiri.

Urgensi percepatan pengesahan

Patut menjadi perhatian semua pihak, bahwa birokrasi di sektor publik merupakan kekuatan yang besar sekali. Rentang kegiatannya menyentuh dan mempengaruhi berbagai sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejalan dengan itu, gagalnya upaya untuk membenahi birokrasi akan berdampak luas pada nasib rakyat maupun tujuan bernegara itu sendiri. Pada titik ini, korupsi masih menjadi momok yang mengganggu kualitas birokrasi di segala sektor publik. Bahkan, separuh dari jumlah kepala Daerah dikabarkan tersangkut kasus korupsi atau setidaknya telah dijatuhi hukuman pidana. Angka tersebut tentu sangat mencolok dan memprihatinkan, apalagi di balik angka tersebut dapat diduga tabir gelap lain (the truth behind the cover-up), ibarat fenomena gunung es: korupsi yang tergolong perbuatan mal-administrasi cenderung lebih banyak yang tertutupi, dapat dirasakan tapi sulit dibuktikan.

Dalam konteks instrumen hukum tentang pencegahan tipikor maupun aneka macam penyimpangan hukum lain yang terkait, tentu bukanlah tugas hukum pidana semata, tetapi juga didalamnya terdapat aspek penting dari hukum administrasi yang berkaitan dengan proses pembuatan dan implementasi kebijakan publik pada umumnya. Di sisi lain, polemik akademis atau judisial seputar titik singgung antara hukum administrasi dan pidana dalam soal pemberantasan korupsi diharapkan mampu semakin dikelola lebih konstruktif pasca pengesahan RUU ini nanti. Dalam bahasa yang paling sederhana, kelak keberadaan UU AP akan mengisi fungsi preventif dari pencegahan korupsi yang menjadi domain hukum administrasi, melengkapi pendekatan pidana yang bersifat represif.

Pada saat pengukuhannya sebagai Guru Besar di UI, pakar hukum Administrasi, Prof Safri Nugraha menyatakan bahwa selama ini para pejabat dan petugas administrasi negara di Indonesia lebih banyak menjalankan tugasnya pada kebiasaan-kebiasaan dan bukan pada hukum positif yang mengatur administrasi negara. Adalah suatu ironi, bahkan absurditas, apabila di sebuah negara hukum praktik administrasi negara justru didasarkan pada dominasi kebiasaan (bussiness as usual). Karena dalam praktik administrasi semacam itu akan tumbuh subur bureaucratic click dan patron client relationship, yaitu penyelesaian persoalan di dalam dan di luar kantor melalui cara-cara yang tidak legal-formal, yang sangat rawan penyimpangan, penyalahgunaan jabatan serta beragam perbuatan tercela lain atau mal administrasi.

Untuk itulah diperlukan kerangka hukum yang jelas dan tegas yang mengatur bagaimana para aparatur negara/pemerintah bertindak, sebagaimana diupayakan oleh materi RUU-AP ini, agar terbangun prinsip legal rational impersonal, sehingga setiap interaksi dan persoalan di kantor/kedinasan diselesaikan menurut hukum yang didesain khusus untuk itu, sebagaimana ciri birokrasi ala Weber di negara-negara maju, dimana tata birokratisasi merupakan proses rasionalisasi prosedur pemerintahan dan aparat administrasi negara. Pada posisi itu pula peran dan kontribusi peradilan tata usaha negara (administrative court) sangat strategis dan signifikan, baik sebagai jembatan hukum antara pemerintah (administration) dengan warga masyarakat (citizen) maupun sebagai the guardian of the rule of law and good governance.

Dalam rangka pembenahan administrasi sektor publik itulah, sedari awal para pihak yang concern dan terlibat dalam penggodokan RUU-AP, sudah merekomendasikan perlunya RUU-AP disahkan sebagai hukum materiil, dan menjadi kesatuan sistem dengan perubahan UU. PERATUN. Sayang, rekomendasi tersebut sampai sekarang belum terwujud, masih menunggu komitmen dan konsistensi politik hukum para pembuat undang-undang.
Memang, perjalanan masih jauh untuk ditempuh, semoga tidak serasa menunggu Godot dalam lakon drama Samuel Beckket yang termasyhur itu, karena jika demikian, maka dalil Montesquieu akan menjadi kenyataan: ”Useless laws weaken necessary laws”.

*Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Palu, Sulawesi Tengah
(Pendapat pribadi)

Jakarta, 21 September 2013 M.Muhammad Abudan.

BAHAN CATATAN HUKUM ADM. KOTA & DESA

BAHAN CATATAN HUKUM ADM. KOTA & DESA
21 September 2013 at 17:10
CATATAN SINGKAT HKM. ADM. KOTA & DESA

Struktur Pemerintahan secara vertikal, di bawah Pemerintah Pusat ada Pemerintah Provinsi (Pem.Prov) dan di bawahnya ada Pemerintah Kabupaten/Kota (Pem.Kab./Kota). Pada masa Orba, Pem.Prov. disebut Pemerintah Daerah Tingkat I (Pemda Tk I) dan Pem.Kab./Kota disebut Pemda Tk II. Desentralisasi kewenangan kepada Pemda disebut Otonomi Daerah agar daerah dapat mengatur & mengurus dirinya sendiri. Tapi, pada zaman Soeharto, kewenangan, kekuasaan atau otoritas lebih banyak berada di Pusat (SENTRALISASI) daripada DESENTRALISASI dalam cakupan yang sedikit & terbatas. Itupun harus dibagi antara Pem.Prov dan Pem.Kab./Kota. Daerah yang bertambah adalah Kab. & Kota (prov. tdk bertambah). Untuk menunjukkan persiapan Kab. atau Kota baru itu maka disebutlah Administratif (jadi Kab. atau Kota Administratif) biasanya waktu persiapan 3-5 thn utk menyediakan kantor2 Pemerintahan, Legislatif, Yudikatif, dlsb. Setelah itu, daerah tadi menjadi Kab. atau Kota penuh (sebagai daerah otonom) baru yg mengatur & mengurus dirinya sendiri.
Khusus untuk DKI Jakarta, Desentralisasi berhenti pada Pem.Prov, artinya Kota2 & Kab. di bawah Pem.Prov DKI tidak mendapat desentralisasi & bukan daerah otonom. Dari itu, Kota2 & Kabupaten tersebut ditambah kata Administrasi, sehingga menjadi Kota atau Kab. Administrasi (bukan Administratif) untuk menunjukkan bhw daerah2 itu hanya merupakan perpanjangan tangan (menjalankan Keputusan & Kebijakan) dari Pem.Prov DKI Jkt. Di bawah Pem.Prov. DKI Jkt ada 5 Kota & 1 Kab. yg semuanya (sekarang) dibubuhi kata "Administrasi" di belakangnya. Daerah2 itu tidak memiliki DPRD sendiri dan bukan daerah otonom.
Tentang PAPUA, setelah reformasi, tuntutan rakyat Papua untuk mendapat dana yang lebih besar dari APBN makin menguat, mengingat salah satu sumber (yg besar) utk pendapatan negara adalah hasil tambang dari tanah Papua. Atas dasar, UU Pemerintahan Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat & Daerah serta UU Otonomi Khusus Papua, maka alokasi dana utk Papua semakin besar. Namun, seperti umumnya gejala desentralisasi, di daerah kemudian muncul raja2 kecil yg merasa berkuasa membagi "jatah" kue dari Pusat yang terasa terlambat mereka nikmati. Sehingga, raja2 kecil di Papua tadi menjadi pihak yg paling merasa "berhak" atas dana Otonomi Khusus itu. Dana tdk sampai ke masyarakat, bahkan gejala baru yg timbul adalah "rebutan" jatah dana itu antara Prov. Papua dgn Prov. Papua Barat.
Dana itu menjadi milik elitis, bukan milik rakyatnya yg msh menderita. Sekarang, ada suara yang meminta agar UU Otsus Papua itu dihapus atau dicabut karena sudah keluar jauh dari kehendak awal rakyat Papua secara keseluruhan. Lihat saja, musibah bencana alam berupa banjir bandang di Wasior (Papua Barat), ternyata tidak mendapat empati & simpati yang cukup memadai dan yang secara serius diperlihatkan oleh saudara2 mereka dari Papua. Padahal, mereka (rakyat Papua) dgn UU Otsus Papua, telah memiliki MPRP (Majelis Permusyawaratan Rakyat Papua) dan Lembaga sejenis yang menaungi Masyarakat2 Adat yang ada di Papua. Sejak UU Otsus Papua (kalau tidak salah thn 2001 & mulai turun dana Otsus sejak thn 2002) hingga sekarang, sudah lebih dr 200 triliun uang (dari Pemerintah Pusat) yang mengalir ke Papua. Mana bukti pembangunannya..?? Apa hasil dari Otsus itu...?? Rahasia & pertanyaan itu hanya Tuhan yang tau serta yang bisa menjawabnya...

Tolong sampaikan ke teman2mu...!!! Terimakasih.

Jakarta, 21 September 2013 M.
Muhammad Abudan.

BAHAN HK. Adm. kota dan Desa

BAHAN HKM. ADM. KOTA & DESA
21 September 2013 at 13:21
PEMEKARAN DAERAH di INDONESIA
Oleh : Muhammad Abudan, SH., MH.

Sejak Reformasi bergulir pada thn 1998, terjadi euphoria politik termasuk membentuk daerah baru mulai dari propinsi, kabupaten dan kota. Usaha itu mulai gencar pada thn berikutnya (1999) sampai thn 2005 sudah terbentuk 6 propinsi dan 150 Kabupaten dan Kota. Setelah itu makin "mengganas", hanya dlm jangka waktu 3 thn (2006, 2007 & 2008) terbentuk 1 propinsi yaitu Sulawesi Barat (Sulbar) dan 55 Kabupaten dan Kota. Kemudian 5 tahun berikutnya, ditambah (terbentuknya) 1 Propinsi lagi yaitu Kalimantan Utara (Kalut) pada tahun 2012, dan tambahan 6 Kabupaten dan Kota. Sehingga, total dalam 13 thn terakhir (1999 s/d 2012) telah terbentuk 8 propinsi dan 211 Kabupaten & Kota.
Setelah Reformasi, R.I. kehilangan 1 propinsi yakni Timor Timur yang memisahkan diri dari R.I. dan menyatakan merdeka pada thn 1999 (setelah jajak pendapat). Sehingga jumlah propinsi di R.I. menjadi 26 kemudian ditambah dgn 8 propinsi baru jadi terdapat 34 propinsi saat ini di wilayah R.I.
Sekarang, jumlah Kabupaten/Kota di N.K.R.I. adalah 506, sedangkan jumlah Daerah Otonom di Indonesia 540 (termasuk 34 Provinsi).

(Di seluruh wilayah R.I. terdapat 71.800 desa, data dari Harian Umum: Kompas, 23 Februari 2010).
----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Yang benar-benar jadi masalah adalah 3 thn terakhir (2006-2008) yaitu 55 Kabupaten/Kota, yg disebut oleh Presiden SBY 80% gagal karena pemekaran wilayah tidak berhasil menyejahterakan rakyat justru jadi beban bagi APBN.

Insentif utama dari Pemekaran Wilayah ialah 3 hal, yaitu : 1. UANG : Dimana ada aliran dana dari APBN ke APBD, lalu ada DAU (Dana Alokasi Umum), DAK (Dana Alokasi Khusus), Dana Perimbangan (Pusat dgn Daerah), dlsb. 2. POLITIK : Pemekaran wilayah senantiasa disetujui oleh Parpol karena berkaitan dgn Pemilu dan Pemilukada untuk perebutan kursi kekuasaan di Pusat (melalui daerah baru) maupun di daerah baru itu sendiri. 3. Lowongan jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) : Terbukanya peluang dan lapangan kerja baru untuk jadi PNS dan tenaga-tenaga semi Pemerintah, dlsb.
Pemekaran daerah/wilayah memerlukan biaya yg tidak sedikit untuk bangun kantor-kantor pemerintahan, parlemen, pengadilan, infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan), dll. Di sisi lain, pemekaran berhasil mendekatkan kekuasaan dgn rakyatnya (tercipta demokrasi pada tingkat lokal/kedaerahan).
(Prof. Dr. Ryas Rasyid).

Harus dilihat dari 2 sisi tinjau yaitu : Local democracy (demokrasi lokal/kedaerahan) & welfare/empowering people (kesejahteraan/pemberdayaan masyarakat). Artinya, sejauh mana demokrasi lokal itu mampu memberdayakan masyarakatnya atau meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat (khususnya) dan kesejahteraan rakyat nasional (umumnya).
Menurut demografi, R.I. perlu membentuk sekitar 88 propinsi (bandingkan dgn Jepang yg luas wilayah negaranya lebih kecil dari R.I. memiliki 74 perfektur/propinsi) tetapi saat ini, menurut kemampuan APBN, kita hanya sanggup (cukup) dgn 33 propinsi (pada tahun 2010). Kalau hanya untuk kepentingan local democracy maka R.I. tidak perlu banyak daerah otonom (baru) atau tidak perlu pemekaran daerah/wilayah, sebaliknya untuk pemberdayaan/kesejahteraan perlu dibentuk daerah otonom (baru), itu berarti pemekaran wilayah harus terus dilaksanakan jadi kalau dari sisi tinjau ini tidak perlu JEDA (Moratorium) Pemekaran wilayah.
(Prof. Dr. Eko Prasojo).

Tidak perlu Moratorium pemekaran wilayah, yg diperlukan adalah Peraturan Pemerintah (P.P) yg baru sebagai pengganti P.P No. 78 Thn 2007 yang memuat ketentuan tentang Pembentukan, Penggabungan & Pengahapusan Wilayah/Daerah (lebih populer dgn sebutan Pemekaran Daerah) yg memuat syarat lebih rinci untuk pemekaran daerah baru. Kata Presiden SBY: "Harus ada Grand Design untuk pembagian wilayah di Indonesia, setelah kita punya grand design itu baru kita bicara pemekaran wilayah, sebelum kita punya itu, yaa.. kita harus Moratorium (Jeda/Istirahat) terhadap pemekaran daerah/wilayah". Dulu katanya, pemekaran wilayah itu mulai dari akhir tahun 2008 sampai habis Pemilu 2009 tapi kemudian berubah dan pemerintah mengatakan Moratorium berakhir pada Maret 2010 (bersamaan dgn diserahkannya grand design oleh Pemerintah kepada DPR), tetapi kami (Komisi II DPR) harus sabar karena berita terbaru dari Pemerintah bahwa grand design itu baru selesai pada Agustus 2010.
(Ganjar Ilyas, Anggota DPR dari Fraksi PDIP).

Sumber :
Acara Talk-show : SAVE OUR NATION, METRO TV.
Hari/Tgl : Kamis, 22 Juli 2010.
J a m : 22.30 s/d selesai.
Thema : QUO VADIS PEMEKARAN DAERAH ?
dan Harian Kompas : Terbitan tgl. 23 Februari 2010.


Jakarta, 21 September 2013 M.Diedit & Disadur oleh : Muhammad Abudan.

BAHAN CATATAN HUKUM ADM. KOTA & DESA

BAHAN CATATAN HUKUM ADM. KOTA & DESA
21 September 2013 at 17:10
CATATAN SINGKAT HKM. ADM. KOTA & DESA

Struktur Pemerintahan secara vertikal, di bawah Pemerintah Pusat ada Pemerintah Provinsi (Pem.Prov) dan di bawahnya ada Pemerintah Kabupaten/Kota (Pem.Kab./Kota). Pada masa Orba, Pem.Prov. disebut Pemerintah Daerah Tingkat I (Pemda Tk I) dan Pem.Kab./Kota disebut Pemda Tk II. Desentralisasi kewenangan kepada Pemda disebut Otonomi Daerah agar daerah dapat mengatur & mengurus dirinya sendiri. Tapi, pada zaman Soeharto, kewenangan, kekuasaan atau otoritas lebih banyak berada di Pusat (SENTRALISASI) daripada DESENTRALISASI dalam cakupan yang sedikit & terbatas. Itupun harus dibagi antara Pem.Prov dan Pem.Kab./Kota. Daerah yang bertambah adalah Kab. & Kota (prov. tdk bertambah). Untuk menunjukkan persiapan Kab. atau Kota baru itu maka disebutlah Administratif (jadi Kab. atau Kota Administratif) biasanya waktu persiapan 3-5 thn utk menyediakan kantor2 Pemerintahan, Legislatif, Yudikatif, dlsb. Setelah itu, daerah tadi menjadi Kab. atau Kota penuh (sebagai daerah otonom) baru yg mengatur & mengurus dirinya sendiri.
Khusus untuk DKI Jakarta, Desentralisasi berhenti pada Pem.Prov, artinya Kota2 & Kab. di bawah Pem.Prov DKI tidak mendapat desentralisasi & bukan daerah otonom. Dari itu, Kota2 & Kabupaten tersebut ditambah kata Administrasi, sehingga menjadi Kota atau Kab. Administrasi (bukan Administratif) untuk menunjukkan bhw daerah2 itu hanya merupakan perpanjangan tangan (menjalankan Keputusan & Kebijakan) dari Pem.Prov DKI Jkt. Di bawah Pem.Prov. DKI Jkt ada 5 Kota & 1 Kab. yg semuanya (sekarang) dibubuhi kata "Administrasi" di belakangnya. Daerah2 itu tidak memiliki DPRD sendiri dan bukan daerah otonom.
Tentang PAPUA, setelah reformasi, tuntutan rakyat Papua untuk mendapat dana yang lebih besar dari APBN makin menguat, mengingat salah satu sumber (yg besar) utk pendapatan negara adalah hasil tambang dari tanah Papua. Atas dasar, UU Pemerintahan Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat & Daerah serta UU Otonomi Khusus Papua, maka alokasi dana utk Papua semakin besar. Namun, seperti umumnya gejala desentralisasi, di daerah kemudian muncul raja2 kecil yg merasa berkuasa membagi "jatah" kue dari Pusat yang terasa terlambat mereka nikmati. Sehingga, raja2 kecil di Papua tadi menjadi pihak yg paling merasa "berhak" atas dana Otonomi Khusus itu. Dana tdk sampai ke masyarakat, bahkan gejala baru yg timbul adalah "rebutan" jatah dana itu antara Prov. Papua dgn Prov. Papua Barat.
Dana itu menjadi milik elitis, bukan milik rakyatnya yg msh menderita. Sekarang, ada suara yang meminta agar UU Otsus Papua itu dihapus atau dicabut karena sudah keluar jauh dari kehendak awal rakyat Papua secara keseluruhan. Lihat saja, musibah bencana alam berupa banjir bandang di Wasior (Papua Barat), ternyata tidak mendapat empati & simpati yang cukup memadai dan yang secara serius diperlihatkan oleh saudara2 mereka dari Papua. Padahal, mereka (rakyat Papua) dgn UU Otsus Papua, telah memiliki MPRP (Majelis Permusyawaratan Rakyat Papua) dan Lembaga sejenis yang menaungi Masyarakat2 Adat yang ada di Papua. Sejak UU Otsus Papua (kalau tidak salah thn 2001 & mulai turun dana Otsus sejak thn 2002) hingga sekarang, sudah lebih dr 200 triliun uang (dari Pemerintah Pusat) yang mengalir ke Papua. Mana bukti pembangunannya..?? Apa hasil dari Otsus itu...?? Rahasia & pertanyaan itu hanya Tuhan yang tau serta yang bisa menjawabnya...

Tolong sampaikan ke teman2mu...!!! Terimakasih.

Jakarta, 21 September 2013 M.
Muhammad Abudan.

Kisi-kisi soal UTS Hukum Administrasi kota dan desa

KISI-KISI SOAL UTS HKM. ADM. KOTA & DESA
22 September 2013 at 22:10
SOAL :

1. Jelaskanlah letak/kedudukan Hkm. Adm. Kota & Desa dalam lapangan ilmu hukum ! Buatlah skema ! Uraikan serinci mungkin !
2. Uraikan pembabakan masa berlakunya sistem pemerintahan daerah di Indonesia dari masa penjajahan hingga sekarang ! Sebutkan UU-nya secara berurutan !
3. UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan Pemerintahan Daerah yang bersifat Parlementariat, di mana Pemerintah Daerah ialah DPRD dan DPD (Dewan Pemerintahan Daerah, termasuk Kepala Daerah). Jelaskan !
4. UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah menampilkan karakter serta type Pemerintah Pusat yang sentralistik. Hal ini dapat terlihat dalam pemilihan Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Apa maksudnya? Jelaskan !.
5. Jelaskan tentang cara pembentukan Kota sebagai hasil dari ketentuan pemekaran daerah, sebagaimana diatur pada Pasal 5 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah !.
6. UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah merupakan UU R.I. pertama tentang Pemerintahan Daerah yang bersifat nasional. Mengapa? Walaupun tidak (belum) berdasarkan UUD 1945. Apa maksudnya? Jelaskan !.
7. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dilengkapi dengan UU No. 8 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun 2008. Kedua UU tsb. mengatur tentang hal apa? Apa yang melatar-belakangi lahirnya kedua UU tsb.? Jelaskan!.
8. UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mengatur tentang berbagai hal mengenai karakter, sifat, dan pengembangan desa. Apalagi yang anda ketahui tentang isi dari UU tsb.? Jelaskan !.
9. Pada tahun 1945-1946, di Indonesia terdapat kurang lebih 250 bestuurendelandschapen (pemerintahan istimewa) dan volksgemenschapen (paguyuban rakyat), seperti desa di Jawa, dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Sumatera Utara, serta Gampong di Aceh. Bagaimana pada masa Orde Baru? Jelaskan !.
10. Apa perbedaan antara Kotamadya dengan Kota? Apa perbedaan antara Kota Administratif dengan Kota Administrasi? Jelaskan !.
11. Pembentukan daerah harus memenuhi 3 syarat, yaitu : syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Apa maksudnya? Jelaskan !.
12. Mengapa di suatu daerah (Kabupaten/Kota) bisa terdapat Kelurahan, dan juga Desa? Jelaskan !.
13. Apa perbedaan Karesidenan, Kewedanaan, Kadipaten, Kabupaten, dan Kota? Jelaskan !.
14. Apa perbedaan daerah Swatantra dengan Swapraja? Apa pula perbedaan Kota Praja, dengan Kota Kebun? Jelaskan !.
15. Apa yang dimaksud dengan Otonomi yang seluas-luasnya? Berdasar atas azas apa saja? Mengapa demikian?
16. Sebutkan & Jelaskan secara singkat 6 hal yang menjadi urusan pemerintah Pusat ! (sesuai dengan Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004).
17. Apa yang dimaksud dengan Otonomi Nyata? Mengapa disebut Otonomi yang melahirkan keragaman karakter pemerintahan daerah? Jelaskan! (sesuai penjelasan UU No. 32/2004).
18. Mengapa Presiden SBY melakukan moratorium pemekaran wilayah (pada tahun 2007 s/d 2010)? (jawaban harus memuat kata dan pengertian dari: Grand Design, dan Kesejahteraan Rakyat, serta Potensi Daerah).
19. Apakah urusan pemerintah (Pusat) hanya 6 hal itu saja? Jelaskan! Bagaimana pemerintah melaksanakan tugasnya, baik sesuai urusannya ataupun yang di luar urusannya itu? Ada 3 cara, jelaskan!.
20. Sebetulnya PP No. 78 Tahun 2007 sudah cukup merinci syarat pemekaran wilayah itu bisa jadi filter (penyaring) bagi daerah yang ingin menjadi daerah otonom, tanpa melihat potensi daerahnya. Mengapa disebut sebagai penyaring? PP tentang apa itu?
21. Selain propinsi, kabupaten, dan kota, di Indonesia bisa pula terdapat kawasan khusus yang dikelola langsung oleh pemerintah (Pusat). Apa saja kawasan khusus tersebut? Setau anda, sekarang ini, adakah PP tentang kawasan khusus itu? Jelasakan!.
22. Pemekaran wilayah selalu berkaitan dengan 3 hal, yaitu Uang, Politik, dan Peluang Menjadi PNS. Mengapa demikian? Jelaskan!.
23. Mengapa pemekaran daerah di perbatasan diharapkan tidak terkena moratorium (sehingga dapat terus dilaksanakan)? Jelaskan!
24. Dari bacaan di atas, ada 3 orang yang berpendapat, Djoko Suseno, Ganjar Pranowo, dan Lili Romli. Siapa yang setuju dengan Pemekaran Daerah, dan siapa yang tidak setuju? Ada 2 propinsi yang diharapkan bisa terbentuk segera, apa saja? Mengapa? Jelaskan!.

Masih Bersambung !!
Jakarta, 22 September 2013 M.

HTUBN

BAHAN H.T.U.B.N.
21 September 2013 at 17:39
KORUPSI NO, GRATIFIKASI TERBATAS YES...TRUE STORY
Kejadian di Amerika Serikat

Pada thn 2004, Jeffrey (nama depan) Walikota (Major) di Colma (sebuah kota kecil) di Negara Bagian (State) California, A.S. hendak bepergian (vacation) ke Hongkong, mengingat akan jasanya, tiba-tiba sebuah perusahaan membelikan tiket pesawat untuknya (San Fransisco - Hongkong; p.p) seharga 700 Dollar Amerika. Dengan penuh ketulusan, manager perusahaan itu bercerita tentang baiknya Walikota, sehingga pihaknya tidak merasa rugi memberi hadiah tiket perjalanan itu.
Sang Major pun pergi berlibur namun ketika ia kembali dan tiba di A.S., dia dijemput oleh polisi setempat untuk mempertanggungjawabkan gratifikasi (ucapan terimakasih) yang dia terima dari perusahaan tadi. Di Bandara, polisi menggeledahnya dan ditemukan bukti tiket yg dibelikan oleh perusahaan tersebut. Di State California, terdapat ketentuan bahwa Major boleh menerima gratifikasi dengan jumlah keseluruhan sebesar 100 Dollar Amerika per bulan (akumulasi hadiah per bulan dan tidak bisa digabung, misalnya: 2 bulan tidak terima hadiah, maka dia berhak terima hadiah 200 Dollar Amerika). Berarti si Major telah melakukan kesalahan dengan melanggar ketentuan tersebut.
Major yang masih muda itu (usianya sekitar 35 tahun) dinon-aktifkan, disidik dan disidang. Putusan Hakim menyatakan Jeffrey (Major) bersalah dan dikenakan hukuman 17 bulan penjara, dipecat dari jabatan Major serta masuk Black-List artinya dia tidak boleh lagi menjabat sebagai Pejabat Publik di A.S. selamanya. Yang perlu diingat, Major boleh menerima 100 Dollar A.S. (Waktu itu, 1 dollar = Rp 9.300,- atau sekitar 930.000 Rupiah) per bulan tetapi dia menerima 700 Dollar A.S. (sekitar 6.510.000 Rupiah) artinya melebihi pagu/jatahnya sebesar 600 Dollar A.S. (sekitar 5.580.000 Rupiah). Hanya karena gratifikasi sebesar itu, dia kehilangan segalanya bahkan kesempatan untuk memegang jabatan publik lainnya dimanapun di A.S.
Itulah konsekuensi dari melanggar aturan yang seharusnya dipatuhinya.
Bagaimana di Indonesia...?? Bagaimana pendapatmu...??

Tolong sampaikan ke teman2mu yg lain...!! Terimakasih.

Jakarta, 21 September 2013 M.
Muhammad Abudan.
 

Blogger news

Ketentuan umum : 1. Blog ini diperuntukkan sebagai referensi edukasi umum di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra belaka. mengenai laman yang menyangkut promosi atau berhubungan dengan kepentingan komersial adalah kepentingan redaksional kontributor dan tidak menyangkut aspek komersialisasi pihak ketiga. 2. Blog ini disunting berdasarkan pemikiran penulis maupun kontributor, serta terdapat pula laman yang diposting dari beberapa sumber yang telah disebutkan siapa penulis atau pensuplai data (Orang atau Badan hukum). Apabila sumber belum tertera maka pihak yang bersangkutan dipershilakan untuk mengirimkan pesan untuk dicantumkan hak ekslusif (pencantuman nama kontributor) didalam laman/postingan Torilands blogspot. 3. Blog ini sangat mengedepankan eveluasi berupa kritik maupun saran singkat, yang dapat dikirimkan ke alamat email redaksi berikut : torilands@yahoo.co.id 4. Torilands blogspot adalah blog yang bersifat terbuka untuk umum. Anak maupun dewasa dapat membaca blog ini. 5. Simpati dan ingin berkontribusi dalam perkembangan blog ini? anda dapat mengirimkan artikel ke : Torilands@yahoo.co.id

Blogroll

enjoy your stay !

Special Thanks to

Margaretha admans, Kevin Indra mulia, Nitto Aditya, Lady Amelia, Arief setiawan, Jonathan alexander, Christian halim, Ryan Hidayat, Bellarminus nicholas. And the all of PHP partners