BAHAN CATATAN HUKUM ADM. KOTA & DESA
21 September 2013 at 17:10
CATATAN SINGKAT HKM. ADM. KOTA & DESA
Struktur Pemerintahan secara vertikal, di bawah Pemerintah Pusat ada Pemerintah Provinsi (Pem.Prov) dan di bawahnya ada Pemerintah Kabupaten/Kota (Pem.Kab./Kota). Pada masa Orba, Pem.Prov. disebut Pemerintah Daerah Tingkat I (Pemda Tk I) dan Pem.Kab./Kota disebut Pemda Tk II. Desentralisasi kewenangan kepada Pemda disebut Otonomi Daerah agar daerah dapat mengatur & mengurus dirinya sendiri. Tapi, pada zaman Soeharto, kewenangan, kekuasaan atau otoritas lebih banyak berada di Pusat (SENTRALISASI) daripada DESENTRALISASI dalam cakupan yang sedikit & terbatas. Itupun harus dibagi antara Pem.Prov dan Pem.Kab./Kota. Daerah yang bertambah adalah Kab. & Kota (prov. tdk bertambah). Untuk menunjukkan persiapan Kab. atau Kota baru itu maka disebutlah Administratif (jadi Kab. atau Kota Administratif) biasanya waktu persiapan 3-5 thn utk menyediakan kantor2 Pemerintahan, Legislatif, Yudikatif, dlsb. Setelah itu, daerah tadi menjadi Kab. atau Kota penuh (sebagai daerah otonom) baru yg mengatur & mengurus dirinya sendiri.
Khusus untuk DKI Jakarta, Desentralisasi berhenti pada Pem.Prov, artinya Kota2 & Kab. di bawah Pem.Prov DKI tidak mendapat desentralisasi & bukan daerah otonom. Dari itu, Kota2 & Kabupaten tersebut ditambah kata Administrasi, sehingga menjadi Kota atau Kab. Administrasi (bukan Administratif) untuk menunjukkan bhw daerah2 itu hanya merupakan perpanjangan tangan (menjalankan Keputusan & Kebijakan) dari Pem.Prov DKI Jkt. Di bawah Pem.Prov. DKI Jkt ada 5 Kota & 1 Kab. yg semuanya (sekarang) dibubuhi kata "Administrasi" di belakangnya. Daerah2 itu tidak memiliki DPRD sendiri dan bukan daerah otonom.
Tentang PAPUA, setelah reformasi, tuntutan rakyat Papua untuk mendapat dana yang lebih besar dari APBN makin menguat, mengingat salah satu sumber (yg besar) utk pendapatan negara adalah hasil tambang dari tanah Papua. Atas dasar, UU Pemerintahan Daerah, UU Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat & Daerah serta UU Otonomi Khusus Papua, maka alokasi dana utk Papua semakin besar. Namun, seperti umumnya gejala desentralisasi, di daerah kemudian muncul raja2 kecil yg merasa berkuasa membagi "jatah" kue dari Pusat yang terasa terlambat mereka nikmati. Sehingga, raja2 kecil di Papua tadi menjadi pihak yg paling merasa "berhak" atas dana Otonomi Khusus itu. Dana tdk sampai ke masyarakat, bahkan gejala baru yg timbul adalah "rebutan" jatah dana itu antara Prov. Papua dgn Prov. Papua Barat.
Dana itu menjadi milik elitis, bukan milik rakyatnya yg msh menderita. Sekarang, ada suara yang meminta agar UU Otsus Papua itu dihapus atau dicabut karena sudah keluar jauh dari kehendak awal rakyat Papua secara keseluruhan. Lihat saja, musibah bencana alam berupa banjir bandang di Wasior (Papua Barat), ternyata tidak mendapat empati & simpati yang cukup memadai dan yang secara serius diperlihatkan oleh saudara2 mereka dari Papua. Padahal, mereka (rakyat Papua) dgn UU Otsus Papua, telah memiliki MPRP (Majelis Permusyawaratan Rakyat Papua) dan Lembaga sejenis yang menaungi Masyarakat2 Adat yang ada di Papua. Sejak UU Otsus Papua (kalau tidak salah thn 2001 & mulai turun dana Otsus sejak thn 2002) hingga sekarang, sudah lebih dr 200 triliun uang (dari Pemerintah Pusat) yang mengalir ke Papua. Mana bukti pembangunannya..?? Apa hasil dari Otsus itu...?? Rahasia & pertanyaan itu hanya Tuhan yang tau serta yang bisa menjawabnya...
Tolong sampaikan ke teman2mu...!!! Terimakasih.
Jakarta, 21 September 2013 M.
Muhammad Abudan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Nama :
Pendidikan :